Transformasi digital menjadi topik hangat, namun pemerataan akses internet kembali menjadi perhatian utama. Hal ini mengemuka dalam Digital Transformation Summit (DTS) 2025 di Jakarta.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029 melalui RPJMN 2025–2029. Guna mencapai target tersebut, fondasi yang kuat berupa akses digital yang merata sangat dibutuhkan. Ketua Umum APJII, Muhammad Arif, menekankan perlunya sinergi untuk pemerataan pemanfaatan internet, disertai regulasi agar penyedia jasa internet (ISP) tidak hanya terkonsentrasi di Jawa dan Bali.
Arif menjelaskan, ribuan ISP saat ini beroperasi di bawah naungan APJII. Tanpa regulasi, persaingan tarif dapat memicu ketidakstabilan dan menghambat pemerataan. Kesenjangan akses antarwilayah menjadi isu krusial karena akan menghambat keberlanjutan digitalisasi ekonomi.
Pemain industri teknologi menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor. Iman Hirawadi dari ZTE Indonesia mencontohkan kerja sama yang meluas ke industri pertambangan dan otomotif. Jockie Heruseon dari Telkomsel menekankan bahwa sinergi dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing.
Infrastruktur dan kolaborasi saja tidak cukup tanpa dukungan sumber daya manusia (SDM). Kementerian ATR/BPN membuka lowongan CASN dan menggandeng konsultan untuk memenuhi kebutuhan talenta digital.
CEO Agate, Shieny Aprilia, menyoroti pentingnya keterlibatan anak muda. Agate bahkan membuat game untuk rekrutmen, guna memastikan kandidat yang terpilih benar-benar kompeten.
Transformasi digital kini bukan sekadar jargon, melainkan strategi bersama. Sektor telekomunikasi hingga gaming dituntut untuk bergerak cepat agar Indonesia tidak hanya mencapai target, tetapi juga siap menghadapi masa depan.
Diskusi dalam DTS 2025 menegaskan bahwa transformasi digital lebih dari sekadar investasi teknologi. Regulasi, pemerataan akses internet, dan penguatan SDM adalah prasyarat utama agar digitalisasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara nyata.