Dua Karyawan Microsoft Dipecat Usai Demo Pro-Palestina di Kantor Pusat

Microsoft mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan dua karyawannya, Riki Fameli dan Anna Hattle, setelah keduanya terlibat dalam aksi demonstrasi pro-Palestina di kompleks kantor pusat perusahaan.

Pemberhentian ini dipicu oleh aksi mereka menduduki kantor Presiden Microsoft, Brad Smith. Dalam insiden tersebut, tujuh demonstran, termasuk Fameli dan Hattle, berhasil memasuki kantor Smith dan menyiarkan aksi mereka secara langsung (live stream) melalui platform Twitch. Tuntutan utama mereka adalah agar Microsoft memutuskan semua hubungan bisnis dengan pemerintah Israel.

Aksi demonstrasi ini memaksa Microsoft memberlakukan penguncian (lockdown) di gedung tempat para eksekutif berkantor.

Selain pemecatan, Hattle dan Fameli, bersama mantan karyawan Microsoft seperti Vaniya Agrawal, Hossam Nasr, dan Joe Lopez, serta mantan karyawan Google dan pekerja teknologi lainnya, juga ditangkap oleh pihak kepolisian.

Menurut juru bicara Microsoft, pemecatan Hattle dan Fameli disebabkan oleh pelanggaran berat terhadap kebijakan perusahaan. Hattle sebelumnya juga pernah ditangkap bersama 19 orang lainnya saat melakukan demonstrasi di kantor pusat Microsoft. Kelompok yang menamakan diri "No Azure for Apartheid" itu menduduki sebuah plaza, mendirikan tenda yang mereka sebut "Liberated Zone", dan menyiramkan cat merah pada logo Microsoft. Polisi Redmond menyatakan bahwa para demonstran tersebut menghalangi jalur pejalan kaki dan mencoba membuat barikade menggunakan meja dan kursi curian.

Menanggapi kejadian ini, Brad Smith mengadakan konferensi pers mendadak di kantornya. Ia menegaskan komitmen Microsoft untuk menjaga prinsip-prinsip kemanusiaan di Timur Tengah dan menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan investigasi internal terkait laporan The Guardian yang menuduh platform Azure digunakan untuk memata-matai warga Palestina.

Scroll to Top