Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan suap dalam penanganan perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat.
Penyidik Kejagung menduga adanya penerimaan suap terkait putusan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan korporasi besar seperti Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Selain Arif, tiga orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Panitera Muda Perdata Jakarta Utara berinisial WG, kuasa hukum korporasi Marcella Santoso, dan seorang advokat berinisial AR.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menyatakan bahwa keempat tersangka diduga terlibat dalam pengaturan perkara agar ketiga korporasi tersebut mendapatkan putusan lepas atau onslag dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Sebelumnya, pada 19 Maret 2025, ketiga korporasi tersebut memang dibebaskan dari semua tuntutan JPU dalam kasus pemberian fasilitas ekspor CPO antara Januari 2021 hingga Maret 2022. Majelis hakim menyatakan bahwa para terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai tindak pidana.
Muhammad Arif Nuryanta dilantik menjadi Ketua PN Jakarta Selatan pada 7 November 2024, menggantikan Saut Maruli Tua Pasaribu. Sebelum menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan, Arif merupakan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Ia juga pernah menjabat sebagai hakim di PN Karawang, Wakil Ketua PN Bangkinang, Ketua PN Tebing Tinggi, dan Ketua PN Purwokerto.
Nama Arif Nuryanta juga dikenal sebagai ketua majelis hakim yang membebaskan dua terdakwa kasus unlawful killing Laskar FPI, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa Briptu Fikri terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama Ipda Yusmin yang menyebabkan orang meninggal dunia. Namun, keduanya tidak dapat dijatuhi hukuman karena alasan pemaaf.