Jakarta – Kelompok Houthi di Yaman mengumumkan serangan rudal terhadap sebuah kapal tanker di perairan Laut Merah, Senin (1/9). Aksi ini terjadi beberapa hari setelah pemimpin mereka dilaporkan tewas dalam serangan yang diklaim dilakukan oleh Israel.
Houthi mengklaim bahwa serangan tersebut menargetkan kapal Scarlet Ray berbendera Liberia, dan berhasil mengenai sasaran. Sebelumnya, mereka juga mengklaim bertanggung jawab atas penenggelaman dua kapal tanker pada bulan Juli.
Namun, menurut UK Maritime Trade Operations (UKMTO), serangan rudal tersebut tidak mengenai target. Perusahaan keamanan maritim Ambrey menambahkan bahwa kapal yang menjadi sasaran terafiliasi dengan Israel.
UKMTO melaporkan bahwa kru kapal melihat percikan air di dekat kapal mereka akibat proyektil yang tidak teridentifikasi, serta mendengar suara ledakan keras. Meskipun demikian, seluruh kru selamat dan kapal dapat melanjutkan perjalanan.
Pada hari Sabtu lalu, Houthi mengumumkan bahwa Perdana Menteri Ahmed Ghaleb Nasser al-Rahawi, bersama sejumlah pejabat lainnya, meninggal dunia akibat serangan udara yang diklaim dilakukan Israel dua hari sebelumnya.
Setelah pengumuman kematian perdana menteri, Houthi menyerbu kantor PBB dan menahan 11 staf. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mendesak pembebasan segera dan tanpa syarat para pekerja tersebut.
Utusan PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, mengungkapkan bahwa Houthi sebelumnya telah menahan 23 personel PBB, beberapa di antaranya sejak 2021 dan 2023.
Houthi mengklaim bahwa penahanan pada Juni 2024 terkait dengan "jaringan mata-mata Amerika-Israel" yang beroperasi di bawah kedok organisasi kemanusiaan. Tuduhan ini dibantah keras oleh PBB.