Penjual Gorengan di Jombang Terkejut Ditagih Listrik Belasan Juta Rupiah

Kisah pilu dialami Masruroh, seorang penjual gorengan sederhana dari sebuah dusun di Jombang, Jawa Timur. Ia dibuat terkejut bukan kepalang ketika mendapati tagihan listrik membengkak hingga mencapai Rp 12,7 juta. Tagihan sebesar ini merupakan akumulasi utang listrik yang belum terbayar, yang berujung pada pemutusan aliran listrik ke rumahnya sejak tahun 2022.

Kejadian ini sontak viral dan menarik perhatian publik, termasuk pihak PLN. Masruroh bercerita bahwa rumahnya sudah teraliri listrik sejak tahun 1978, saat program elektrifikasi desa mulai digalakkan. Anehnya, masalah tagihan baru muncul di tahun 2022, setelah PLN menuding adanya indikasi pencurian listrik di kediamannya. Tuduhan ini berujung pada denda dan tagihan fantastis yang harus dilunasi agar listrik di rumahnya bisa kembali menyala.

"Kalau tidak salah sekitar bulan Oktober 2022 diputus. Saya tidak sanggup membayar, akhirnya diputus," ungkap Masruroh dengan nada pasrah.

Setelah pemutusan, Masruroh sempat menumpang aliran listrik dari rumah tetangganya yang berada dalam satu kompleks. Namun, masalah baru kembali menghantui menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ia kembali menerima tagihan sebesar Rp 12,7 juta yang mengancam pemutusan aliran listrik untuk kedua kalinya. Bahkan, meteran listrik tetangganya pun ikut bermasalah dalam pengisian token.

Dalam kondisi ekonomi yang serba sulit, Masruroh mengaku tak tahu bagaimana caranya melunasi tagihan yang begitu besar. "Mau bayar pakai apa. Saya hanya penjual gorengan, tidak punya apa-apa untuk membayar tagihan itu," keluhnya.

Sebagai seorang penjual gorengan, penghasilan Masruroh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tagihan listrik yang tak terduga ini menjadi beban berat yang semakin memeras kehidupannya.

PLN menjelaskan bahwa pelanggan yang memiliki tunggakan memang tidak diperbolehkan menerima pasokan listrik. Dalam kasus Masruroh, tagihan utang sebesar Rp 12,7 juta tercatat pada ID pelanggan dengan daya listrik 2.200 watt yang masih aktif. Sayangnya, saat ini belum ada kebijakan penghapusan piutang pelanggan yang menunggak.

Terkait permohonan keringanan yang diajukan Masruroh, PLN menyatakan bahwa semua bentuk keringanan harus melalui persetujuan manajemen wilayah setempat. Opsi yang paling memungkinkan adalah pembayaran utang dengan cara dicicil.

Kisah Masruroh ini menjadi cerminan betapa beratnya beban yang ditanggung masyarakat kurang mampu saat menghadapi masalah tagihan listrik yang membengkak. Masyarakat berharap PLN dapat memberikan solusi yang lebih manusiawi agar pelanggan seperti Masruroh tidak semakin terpuruk.

Scroll to Top