Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa beberapa kenangan begitu membekas dalam ingatan, seolah baru saja terjadi kemarin? Jawabannya terletak pada memori emosional, ingatan yang erat kaitannya dengan peristiwa yang membangkitkan emosi kuat.
Memori emosional, yang bisa disadari maupun tidak, memainkan peran penting dalam membentuk siapa kita. Sebuah studi menunjukkan bahwa interaksi antara amigdala (pusat emosi di otak) dan hipokampus (pusat memori) sangat krusial dalam memperkuat memori emosional. Emosi yang kuat memicu perubahan di area otak ini, menjadikan ingatan lebih jelas dan tahan lama.
Bagaimana Memori Emosional Bekerja?
Proses pembentukan ingatan melibatkan kerja sama berbagai bagian otak. Neuron mengirimkan sinyal melalui neurotransmiter. Saat berpikir, lobus frontal aktif, sementara amigdala mengambil peran ketika muncul emosi. Hipokampus berperan penting dalam menyimpan memori jangka panjang.
Setiap kali kita menciptakan kenangan, terbentuklah "jejak memori" berupa gambaran mental. Semakin banyak jejak yang terbentuk, semakin akurat kita mengingat detail suatu peristiwa. Anak-anak cenderung menghasilkan lebih banyak jejak memori, sehingga seringkali lebih tajam dalam mengingat detail peristiwa.
Pengalaman negatif, terutama yang traumatis, cenderung sangat melekat dalam ingatan. Emosi, meskipun subjektif, menggambarkan apa yang kita rasakan terhadap suatu pengalaman.
Ciri Khas Memori Emosional
Ingatan yang terkait dengan emosi memiliki karakteristik unik. Kenangan traumatis biasanya lebih jelas dibandingkan peristiwa biasa. Detail kenangan dapat berubah seiring waktu, dan ingatan berbasis fakta seringkali tidak sekuat ingatan yang melibatkan emosi.
Memori emosional bahkan dapat memunculkan kembali kenangan yang terlupakan. Suasana hati juga dapat memengaruhi isi ingatan, dan sebaliknya. Peristiwa yang membangkitkan emosi ekstrem umumnya menghasilkan ingatan yang kuat dan bertahan lama.
Melihat foto lama dari momen bahagia dapat memicu detail kenangan seolah baru terjadi. Namun, hal ini juga berlaku untuk pengalaman menyakitkan. Seseorang mungkin mengingat aroma ruangan atau detail kecil lainnya saat mengalami trauma. Trauma bahkan dapat memicu amnesia disosiatif, yaitu kondisi ketika seseorang melupakan ingatan karena stres berat.
Kurva Pelupaan dan Ketidakakuratan Ingatan
Filsuf Hermann Ebbinghaus memperkenalkan teori Kurva Pelupaan yang menunjukkan bahwa tanpa pengulangan, sebagian besar informasi hilang dalam waktu singkat. Menariknya, bukan hanya kekuatan ingatan yang memengaruhi daya lekat suatu memori, tetapi juga rasa percaya diri terhadap ingatan itu sendiri. Detail peristiwa dapat berubah tanpa disadari, bahkan otak dapat menyusun ulang informasi untuk menutupi kekosongan. Inilah mengapa kesaksian saksi mata seringkali kurang akurat seiring waktu.
Pengaruh Kesehatan Mental pada Memori Emosional
Kesehatan mental sangat memengaruhi cara seseorang membentuk dan menyimpan memori emosional. Penderita depresi mungkin mengalami kesulitan merasakan emosi kuat seperti kegembiraan, sehingga kenangan yang terbentuk cenderung kurang jelas dan tidak bertahan lama. Sementara itu, pada gangguan kecemasan, rasa takut sering mendominasi pengalaman emosional, sehingga detail yang terekam dalam ingatan lebih banyak dipengaruhi oleh perasaan cemas.
Terapi untuk Mengelola Memori Emosional
Terapi, seperti Cognitive Stimulation Therapy (CST), dapat membantu seseorang memahami, mengolah, dan menata kembali kenangan emosional. CST, yang awalnya diterapkan pada pasien demensia, juga bermanfaat bagi mereka yang ingin mengelola memori emosional dengan lebih sehat, bahkan bagi mereka yang tidak memiliki gangguan kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa CST efektif dalam meningkatkan fungsi memori, bahkan ketika dilakukan secara daring, membuka peluang akses terapi yang lebih fleksibel dan terjangkau.