Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) berencana menggelar pertemuan penting dengan seluruh pimpinan fraksi guna merespons tuntutan masyarakat yang dikenal dengan istilah 17+8. Tuntutan ini muncul sebagai dampak dari gelombang aksi unjuk rasa yang berlangsung dari tanggal 25 hingga 31 Agustus.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa rapat ini bertujuan untuk mengevaluasi secara menyeluruh dan mencari titik temu pandangan dari seluruh fraksi yang ada di parlemen.
"Besok (hari ini) kita akan mengadakan rapat evaluasi bersama para pimpinan fraksi untuk menyatukan pendapat dan mencapai kesepakatan bersama di DPR," ungkap Dasco setelah menerima perwakilan mahasiswa dan organisasi kepemudaan di kompleks parlemen pada hari Rabu (3/9).
Dasco, yang juga merupakan tokoh dari Partai Gerindra, menambahkan bahwa sebagian dari tuntutan yang tergabung dalam petisi 17+8 telah disampaikan oleh mahasiswa dalam audiensi tersebut. Ia berjanji akan segera menindaklanjuti aspirasi tersebut secepat mungkin.
"Dalam audiensi tadi, kami menyampaikan bahwa DPR akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tunjangan serta keterbukaan kegiatan DPR, yang termasuk dalam poin-poin 17+8," jelasnya.
Dasco membantah anggapan bahwa DPR baru kali ini menerima aspirasi dari masyarakat. Menurutnya, berbagai aspirasi telah diterima oleh alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR selama ini.
Ia juga mengungkapkan bahwa DPR sebenarnya berencana untuk menemui perwakilan pengunjuk rasa selama aksi demonstrasi berlangsung. Namun, rencana tersebut batal karena aksi tersebut dinilai sudah tidak murni lagi dan berujung pada kericuhan.
"Saat kami hendak keluar, unjuk rasa sudah tidak murni lagi, ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi sehingga suasana di lapangan menjadi tidak kondusif," ujarnya.
Sebelumnya, koalisi sipil telah merumuskan 17+8 tuntutan sebagai respons terhadap aksi unjuk rasa yang berlangsung selama sepekan terakhir, yang diberi judul ’17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, dan Empati’. Koalisi tersebut meminta agar 17 tuntutan segera dipenuhi dalam waktu satu minggu hingga 5 September. Sementara itu, 8 tuntutan sisanya diharapkan dapat diselesaikan dalam jangka waktu satu tahun setelahnya.
Berikut adalah daftar tuntutan tersebut:
- Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi terhadap demonstran.
- Bentuk tim investigasi untuk mengungkap kematian Affan Kurniawan dan semua demonstran yang menjadi korban aksi pada tanggal 25-31 Agustus.
- Bekukan kenaikan tunjangan, gaji, dan fasilitas baru bagi anggota DPR.
- Publikasikan transparansi anggaran DPR.
- Dorong Badan Kehormatan DPR untuk memeriksa anggota yang bermasalah.
- Pecat atau berikan sanksi kepada kader partai politik yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.
- Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat.
- Libatkan kader partai dalam ruang-ruang dialog bersama publik.
- Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.
- Hentikan tindakan represif dan kekerasan berlebihan oleh aparat dalam mengawal demonstrasi.
- Tangkap dan proses hukum anggota atau aparat yang memerintahkan atau melakukan tindakan represif.
- TNI segera kembali ke barak.
- TNI tidak boleh mengambil alih fungsi Polri, tegakkan disiplin internal.
- Tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
- Pastikan upah layak untuk buruh.
- Pemerintah segera ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal.
- Buka dialog dengan serikat buruh untuk mencari solusi terkait upah murah dan outsourcing.
Sedangkan 8 tuntutan tambahan jangka panjang yang diharapkan dapat diselesaikan hingga 31 Agustus 2026 adalah:
- Bersihkan dan reformasi DPR secara besar-besaran; lakukan audit dan tingkatkan syarat bagi anggota DPR.
- Reformasi partai politik; partai politik harus mempublikasikan laporan keuangan dan memastikan fungsi pengawasan berjalan sebagaimana mestinya.
- Reformasi sektor perpajakan secara adil.
- Sahkan RUU Perampasan Aset.
- Reformasi kepolisian agar profesional dan humanis.
- TNI kembali ke barak.
- Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas independen lainnya.
- Tinjau ulang kebijakan sektor ekonomi dan ketenagakerjaan; mulai dari PSN, evaluasi UU Ciptaker, dan tata kelola Danantara.