JAKARTA – Terjadi perubahan signifikan dalam pola konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di tanah air. Masyarakat kini beralih dari BBM bersubsidi ke non-subsidi. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, volume peralihan mencapai 1,4 juta kiloliter (KL) hingga awal September 2025.
Peningkatan permintaan BBM non-subsidi ini berdampak langsung pada ketersediaan stok di SPBU swasta, seperti Shell dan BP-AKR. Keterbatasan stok menjadi masalah yang harus segera diatasi.
Salah satu faktor utama yang mendorong peralihan ini adalah penerapan QR Code untuk pembelian BBM subsidi di SPBU Pertamina. Kebijakan ini mendorong konsumen, khususnya pemilik kendaraan pribadi, untuk mempertimbangkan BBM berkualitas lebih tinggi meski tanpa subsidi.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM menjelaskan, pergeseran ini mencerminkan peningkatan kesadaran masyarakat akan kualitas BBM. Masyarakat mulai memilih BBM dengan RON 90 ke atas.
Lonjakan permintaan ini memang menyebabkan kelangkaan di beberapa SPBU swasta. Kementerian ESDM mengupayakan solusi melalui penyesuaian pasokan dan distribusi, dengan mengandalkan pasokan dari PT Pertamina sebagai pemasok utama BBM nasional.
Kementerian ESDM mendorong SPBU swasta untuk memenuhi kebutuhan pasokan dengan membeli dari Pertamina. Spesifikasi BBM yang dijual juga harus sesuai standar yang ditetapkan.
Untuk menjaga stabilitas pasokan, Kementerian ESDM berencana memanggil para operator SPBU swasta. Tujuannya adalah menyelaraskan pola pengadaan BBM, agar tidak bergantung sepenuhnya pada impor. Sinkronisasi ini bertujuan memaksimalkan pasokan BBM dalam negeri, terutama dari Pertamina. Pertemuan dengan operator SPBU swasta dijadwalkan pada minggu depan.